Senin, 16 April 2012

Psikologi Sekolah

Kelompok 5


1. Kedudukan Psikologi Sekolah dalam Ilmu Psikologi
Psikologi sekolah merupakan suatu cabang ilmu dari psikologi pendidikan.



2. Perbedaan Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah
Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana proses belajar mengajar dalam lingkup pendidikan. Sedangkan psikologi sekolah yang merupakan cabang dari psikologi pendidikan mempelajari bagaimana menciptakan keefektifan dalam proses belajar mengajar di sekolah, baik dari sisi pendidik dan anak didik.



3. Fungsi Sekolah Sebagai Agen Perubahan
Sekolah merupakan wadah bagi anak untuk melakukan proses belajar, baik dari segi perkembangan kognitif, perkembangan sosioemosional, dan perkembangan fisik. Anak yang sebelumnya berperan sebagai seorang anak di dalam keluarga, kini berperan sebagai agen sosial yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya melalui proses belajar.



4. Metode dalam Sistem Pengajaran Sekolah
Metode dalam sistem pengajaran terkini ada dua jenis dan disesuaikan dengan usia belajar anak. Misalnya, anak TK, SD, dan SMP akan lebih dianjurkan untuk menggunakan metodeteacher-centered dimana pendidik lebih aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Sementara untuk anak SMA dan mahasiswa akan sangat dianjurkan untuk menggunakan metode learner-centereddimana anak didik lebih aktif dan reflektif untuk melakukan kegiatan belajar.



5. Permasalahan di Sekolah dan Solusi
Sejak lama, disiplin murid merupakan masalah besar bagi guru. Kebanyakan guru mengatasinya dengan metode represif yang digunakan untuk menegakkan hukum, seperti menyindir, mengubah tempat duduk, memberi nilai jelek, bahkan mengusir. Tentu saja hal ini salah karena pendidik bukanlah polisi.
Menurut Kooi dan Schutx (1975), hal yang dianggap sebagai pelanggaran disiplin dikategorikan ke dalam lima kategori, yaitu :
· Agresi fisik ; pemukulan, perkelahian, perusakan, dsb
· Kesibukan berteman ; berbincang, berkunjung ke bangku teman lain tanpa izin, dsb
· Mencari perhatian ; mengedarkan tulisan atau gambar untuk mengalihkan perhatian dari pelajaran
· Menantang wibawa guru ; memberontak, tidak mau menurut, memrotes kasar, dsb
· Merokok di sekolah, datang terlambat, membolos, cabut, mencuri, tidak berpakaian sesuai aturan, mem-bully, dsb



Solusi yang ditawarkan berupa pendekatan terhadap anak didik, seperti pendidik perlu mengevaluasi sebab anak didik melakukan pelanggaran tersebut. Bossone (1979) menyatakan bahwa pelanggaran disiplin banyak tergantung pada keberhasilan guru mengelola kelas agar suasana kelas menyenangkan dan efektif sebagai sarana belajar.
Beberapa saran bagi pendidik adalah mengenali anak didiknya ; melibatkan siswa dalam membuat aturan bagi kelas ; pelaksanaan kegiatan dan aturan bersifat efisien dan konsisten, dan bertindak arif.



6. Fungsi dan Peran Psikolog Sekolah
Fungsi dan peran psikolog sekolah dibagi ke dalam lima tugas pokok, yaitu :
· Diagnosis
· Intervensi langsung
· Konsultasi pendidikan
· Evaluasi
· Pelacakan kembali


7. Layanan yang Diberikan Oleh Psikolog Sekolah
Menurut Jack I. Bardon (1982), ada empat tingkat pelayanan atau fungsi psikologi yang dapat dilacak berdasarkan sejarah perkembangannya.
Tingkat I semakin berkembang. Yang tadinya berfungsi hanya sebagai tes kecerdasan, yang kemudian bertambah dengan pemberian laporan tertulis yang berisi gambaran kelemahan dan kekuatan yang terungkap dalam tes.
Tingkat II dipengaruhi oleh perkembangan psikologi klinis, yaitu perubahan dari menyajikan laporan dan interpretasi hasil tes menjadi melaksanakan praktek klinis psikoedukasi. Praktek klinis tersebut dapat berupa menerima referal langsung dari guru, orang tua, staff/tata usaha, dan lembaga masyarakat di sekitarnya, melakukan tes lengkap, mengungkap informasi pengaruh kehidupan keluarga dan sekolah yang erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi anak didik, dan mengkonsultasikan hasil tes anak didik kepada guru dan orang tua untuk mengevaluasi anak.
Pada tingkat III, layanan yang diberikan oleh psikolog sekolah semakin erat dengan masalah kelompok dalam kelas dan pendekatan intervensinya semakin berorientasi dengan pendidikan, tercakup dalam pendekatan intervensi yaitu pendidikan afektif dalam kelas, penataran staff, dan pendidikan orang tua siswa.
Pada tingkat IV, psikolog sekolah tidak hanya melakukan intervensi langsung kepada siswa, guru, dan orang tua, namun juga terlibat dalam tindakan yang menyangkut kebijakan dan prosedur sekolah dalam pengembangan dan evaluasi program dan pelayanan sekolah.



8. Perbedaan Psikolog Pendidikan, Psikolog Sekolah, dan Guru BK
Psikolog pendidikan adalah ahli psikologi yang menerapkan profesi psikologi di lingkungan pendidikan terkait dengan psikologi belajar atau pengembangan tes prestasi ataupun segala kegiatan yang terkait dengan proses belajar mengajar secara luas.
Psikolog sekolah adalah ahli psikologi yang menerapkan profesi psikologi di sekolah terkait dengan evaluasi anak didik, intervensi dengan anak didik, pendidik, dan orang tua dalam rangka menciptakan keefektifan belajar anak didik di sekolah, bahkan terlibat dalam tindakan yang menyangkut kebijakan dan prosedur sekolah dalam pengembangan dan evaluasi program dan pelayanan sekolah.
Bimbingan dan Konseling di sekolah diartikan sebagai pelayanan khusus yang terorganisasi sebagai bagian integral dari lingkungan sekolah, yang tugasnya meningkatkan perkembangan siswa dan membantu siswa ke arah penyesuaian yang lebih tepat, serta pencapaian prestasi belajar yang maksimal sesuai dengan potensi mereka masing-masing. Jadi, tugas guru BK lebih kepada membantu anak didik untuk memecahkan permasalahan pribadinya yang kemungkinan mengganggu proses dirinya di sekolah.

Kamis, 05 April 2012

Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini





Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan yang dilaksanakan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu pembinaan terhadap anak yang dilakukan sejak anak berusia nol sampai enam tahun melalui pemberian rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan otak, jasmani, dan rohani sehingga anak akan lebih siap dalam menghadapi atau melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya baik dalam jalur pendidikan formal, nonformal maupun informal.
Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini bahkan sejak dalam kandungan sangat menentukan derajat kualitas kesehatan, cipta, rasa dan karsa. Dengan demikian investasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini merupakan investasi sangat penting bagi sumber daya manusia yang berkualitas.
Berikut ini merupakan berbagai macam aspek perkembangan kognitif , fisik dan sosio-emosional dari perkembangan anak usia dini :



1. Aspek Perkembangan Kognitif
Tahapan Perkembangan Kognitif sesuai dengan teori Piaget adalah:
(1) Tahap sensorimotor, usia 0 – 2 tahun. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahas awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja;
(2) Tahap pra-operasional, usia 2 – 7 tahun. Masa ini kemampuan menerima rangsangan yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya, walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas;
(3) Tahap konkret operasional, 7 – 11 tahun. Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat dan membagi;
(4) Tahap formal operasional, usia 11 – 15 tahun. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi, mampu berfikir abstrak.



2. Aspek Perkembangan Fisik
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot terkoordinasi (Hurlock: 1998). Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik anak usia 4-5 tahun lebih banyak berkembang pada motorik kasar, setelah usia 5 tahun baru.terjadi perkembangan motorik halus.
Pada usia 4 tahun anak-anak masih suka jenis gerakan sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat, dan berlari kesana kemari, hanya demi kegiatan itu sendiri tapi mereka sudah berani mengambil resiko. Walaupun mereka sudah dapat memanjat tangga dengan satu kaki pada setiap tiang anak tangga untuk beberapa lama, mereka baru saja mulai dapat turun dengan cara yang sama.
Pada usia 5 tahun, anak-anak bahkan lebih berani mengambil resiko dibandingkan ketika mereka berusia 4 tahun. Mereka lebih percaya diri melakukan ketangkasan yang mengerikan seperti memanjat suatu obyek, berlari kencang dan suka berlomba dengan teman sebayanya bahkan orangtuanya (Santrock,1995: 225)


3. Aspek Perkembangan Sosio-Emosional
Masa TK merupakan masa kanak-kanak awal. Pola perilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-kanak awal, seperti yang diungkap oleh Hurlock (1998:252) yaitu: kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empat, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, perilaku kelekatan.
Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli psikoanalisis mengidentifikasi perkembangan sosial anak:
(1) Tahap 1: Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun.Dalam tahap ini bila dalam merespon rangsangan, anak mendapat pengalaman yang menyenamgkan akan tumbuh rasa percaya diri, sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga;
(2) Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun. Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya. Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuhnya dapat meimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan menimbulkan rasa malu dan ragu-ragu;
(3) Tahap 3 : Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun.
Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang tua, anak dapat bergerak bebas dan ber interaksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya dapat menimbulkan rasa bersalah;
(4) Tahap 4 : industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6 tahun – pubertas. Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri.