Senin, 02 Juli 2012

Sebuah lagu untuk Indonesia dari seorang anak bangsa

I wrote and recorded this song in cabin 428 at Fuji Maru cruise the day we arrived in Singapore. I could feel what people meant when they said "I miss Indonesia", so I dedicate this song to all Indonesian people abroad AND of course for my beloved IPYs from all generations.
Tulis Jack Loloin usai menuliskan lagu ini. Jack Loloin ini adalah seorang perwakilan Indonesia pada program pertukaran pemuda. Ia mendapat kesempatan untuk mewakili indonesia pada program SSEAYP, tepatnya pada Indonesia's Participating Youth for 37th SSEAYP 2010. Jadi lagu ini ditulis olehnya untuk mewakili perasaannya yang benar-benar rindu kepada negara tercintanya, Indonesia. Seperti kutipannya diatas, lagu ini dibuat ketika mereka tiba di Singapore.

Sejak mendengarkan lagu ini dari awal, saya sudah jatuh cinta pada lagu ini, silahkan menikmati J Berikut adalah lirik lagu dan video youtubenya, dan tersedia chord gitarnya juga loh... \(^o^)/




CHORDS = G 

I wake up in the morning 
D Em 
Everything so wrong 
Something's gone and I'm alone 
In the middle of a crowd 
I hear the people laughing 
Em 
But I'm crying 
C D 
I'm so left out I'm out of place 
Em. C. 
Need to find a way 
To you 
Good morning Indonesia 
All my love to you
Here I am so far away 
Em 
But my heart will always Be there 
Good morning Indonesia 
How I miss you so 
I promise you to be a light 
Em 
That everyone can see you 
Good morning Indonesia 
G D 
Good morning Indonesia 
Em C






Kamis, 21 Juni 2012

Imam Al-Ghazali bertanya...

Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya lalu beliau bertanya (Teka Teki ) :

Imam Ghazali = " Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini ?
Murid 1 = " Orang tua "
Murid 2 = " Guru "
Murid 3 = " Teman "
Murid 4 = " Kaum kerabat "
Imam Ghazali = " Semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati ( Surah Ali-Imran :185).

Imam Ghazali = " Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini ?"
Murid 1 = " Negeri Cina "
Murid 2 = " Bulan "
Murid 3 = " Matahari "
Murid 4 = " Bintang-bintang "
Imam Ghazali = " Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama sebelum menyesal".

Imam Ghazali = " Apa yang paling besar didunia ini ?"
Murid 1 = " Gunung "
Murid 2 = " Matahari "
Murid 3 = " Bumi "
Imam Ghazali = " Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A'raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka."

Imam Ghazali = " Apa yang paling berat didunia? "
Murid 1 = " Baja "
Murid 2 = " Besi "
Murid 3 = " Gajah "
Imam Ghazali = " Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah."

Imam Ghazali = " Apa yang paling ringan di dunia ini ?"
Murid 1 = " Kapas"
Murid 2 = " Angin "
Murid 3 = " Debu "
Murid 4 = " Daun-daun"
Imam Ghazali = " Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah MENINGGALKAN SOLAT (Surah al-Ma'un (4-7). Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan solat. "

Imam Ghazali = " Apa yang paling tajam sekali di dunia ini? "
Murid- Murid dengan serentak menjawab = " Pedang "
Imam Ghazali = " Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA (Surah 2:217). Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri "

Semoga bermanfaat J
Sumber : http://kartika71tik.blogspot.com/2011/03/nilai-pengetahuan.html 

Minggu, 10 Juni 2012

Guru sebagai Fasilitator???

Dalam konteks pendidikan, istilah fasilitator semula lebih banyak diterapkan untuk kepentingan pendidikan orang dewasa (andragogi), khususnya dalam lingkungan pendidikan non formal. Namun sejalan dengan perubahan makna pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa, belakangan ini di Indonesia istilah fasilitator pun mulai diadopsi dalam lingkungan pendidikan formal di sekolah, yakni berkenaan dengan peran guru pada saat melaksanakan interaksi belajar mengajar.

Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa sebagai fasilitator, guru berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.

Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat “top-down” ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.

Berbeda dengan pola hubungan “top-down”, hubungan kemitraan antara guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar guru dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator seyogyanya guru dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan, yaitu bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila:
  • Siswa secara penuh dapat mengambil bagian dalam setiap aktivitas pembelajaran
  • Apa yang dipelajari bermanfaat dan praktis (usable).
  • Siswa mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuan dan keterampilannya dalam waktu yang cukup.
  • Pembelajaran dapat mempertimbangkan dan disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya dan daya pikir siswa.
  • Terbina saling pengertian, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa

DAFTAR PUSTAKA

Sindhunata. 2001. Pendidikan: Kegelisahan Sepanjang Zaman, Yogyakarta : Kanisius
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/18/peran-guru-sebagai-fasilitator/

Simulasi Paedagogi dan Andragogi

Nur Hikmah (11-006)
Putri Azura Ulandari (11-034)
Ratri P. Surbakti (11-098)

Pada kelas Psikologi Pendidikan tanggal 8 Juni 2012 kemarin, kami diminta untuk mensimulasikan bagaimana paedagogi dan andragogi, hasil simulasi kelompok kami adalah sebagai berikut.

Simulasi Paedagogi

Settingnya adalah di sebuah kelas, sedang terjadi proses belajar mengajar antara murid dan gurunya. Mata pelajaran yang sedang diajarkan adalah sejarah. Yang berperan sebagai Guru adalah Ratri. Putri & Hikmah berperan sebagai murid 1 dan murid 2.

Guru             : "Selamat pagi anak-anak."
Murid 1 & 2 : "Selamat pagi Bu...."
Guru             : "Jadi hari ini kita akan belajar sejarah ya, mengenai peristiwa rengasdengklok       coba kalian lihat pada halaman 55!"
Murid 1 & 2 : "Baik Bu Guru."
Guru             : "Nah jadi menurut yang ada di buku, Peristiwa Rengasdengklok ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945. Yaitu ketika Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Jadi kalian sudah bisa mengerti kan apa itu peristiwa rengasdengklok?"
Murid 1 & 2  : "Sudah Bu."

Nah pada paedagogi ini, murid bersifat pasif dan menerima mentah semua yang dikatakan oleh gurunya. Bersifat teacher-centered, sehingga ketika informasi yang diungkapkan oleh gurunya itu salah, maka anak didiknya juga akan menangkap mentah-mentah apa yang dikatakan oleh gurunya tanpa ada sikap kritis ataupun pertanyaan lebih jauh. Untuk lebih memahami mengenai paedagogi, berikut disajikan gambar yang menjelaskan mengenai paedagogi.



Simulasi Andragogi

Ada tiga orang mahasiswa yang sedang berbincang-bincang. Salah satu dari mereka asik dengan hp nya sendiri, maka teman-temannya yang lain pun mencari tahu sedang apa dia dengan hapenya.

Putri      : "Sihiy, yang main hp terus, asik banget tuh kayaknya, kamu lagi ngapain sih itu?"
Hikmah : "Hehehe..." J
Ratri     : "Eh, ini hp keluaran yang terbaru ya?"
Putri      : "Iya deh kayaknya,, gimana cara makenya tuh Hikmah?"
Hikmah : "Nah, ini namanya aplikasi bbm. Blackberry messenger."
Ratri      : "Hah? Apa? Bbm? Apakah semacam bahan bakar mesin begitu?"
Hikmah : "Bukaaaan.... jadi bbm itu aplikasi yang mengizinkan kita untuk bertukar pesan, seperti chatting gitu deh."
Putri      : "Sama aja dong kayak sms-an, bedanya apa?"
Hikmah : "Dengar dulu, gak cuma buat bertukar pesan aja kok, tapi bisa kirim foto, kirim lagu, kirim semuanyalah."
Ratri      : "Yakin bisa kirim semuanya? Beneran semuanya? Kok bisa? Kena pulsa gak?"
Putri      : "Iya, kok bisa? Gimana caranya?"
Hikmah : "Jadi karena blackberry ini merupakan salah satu smartphone yang berbasis internet, jadi otomatis semua fitur-fiturnya juga berbasis internet, seperti blackberry messenger itu juga misalnya. Pada fitur blackberry messenger itu kita bisa berhubungan dengan orang-orang lain dengan mengetahui pin mereka, pin ini seperti nomor hp gitu, lalu kita meng-invite mereka menjadi contact kita, nah setelah mereka menjadi salah satu yang ada di contact kita, kita jadi dapat ber-bbm-an ria dengan mereka."
Ratri      : "Lalu bagaimana bisa kita mengirimkan lagu dan gambar?"
Putri      : "Iya, gimana caranya tuh? ada kena tambahan biaya gak?"
Hikmah : "Sabar-sabar... Iya jadi yang namanya ber-bbm-an ria itu kita bisa chatting dengan mereka dan bisa mengirimkan lagu, gambar, ataupun rekaman suara. Mirip seperti fitur mms gitu deh, tapi gak kena tambahan biaya kok. Pokoknya asik deh." J
Putri      : "Wah asik dan seru sekali sepertinya yaaa. Aku jadi pengen coba nih..."
Hikmah : "Asik banget tau." J
Ratri      : "Sebenarnya aku masih belum ngerti sih, tapi mungkin setelah mencobanya aku jadi lebih paham mungkin ya."
Hikmah : "Iyaa, coba aja nih, silahkan..." J

Nah, kalo andragogi disini mereka berdiskusi mengenai aplikasi bbm yang terdapat dalam blackberry. Hikmah sudah menggunakan blackberry, sehingga lebih tahu menjadi orang yang memberitahukan apa fungsi & bagaimana kinerja bbm itu kepada Ratri & Putri. Sementara ratri & Putri masih tidak tahu dan baru mengetahui mengenai blackberry, tetapi mereka berfikir kritis, tidak mau menerima informasi mentah-mentah. Mereka mencari tahu secara detail dan mengeluarkan semua ketidaktahuan mereka. Jadi terdapat sebuah interaksi yang timbal balik pada andragogi ini. Untuk lebih memahami mengenai andragogi, berikut disajikan gambar yang menjelaskan mengenai andragogi.


Siapakah Bapak Teori Andragogi?

Kalau Gregor Mendel adalah Bapak Genetika dan Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, maka Bapak dari Teori Andragogi ini adalah Malcolm Knowles J


Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak Teori Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut. Andragogi berasal dari akar kata “aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya dengan “paed” yang artinya anak. Knowles (Sudjana, 2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and arts of helping adults learn). Knowles (1970) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut:

Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.

Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.

Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Selajan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya.

Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan (problem-centered-orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya. 

Kempat asumsi dasar itulah yang dipakai sebagai pembandingan antara konsep pedagogi dan andragogi

Lebih rinci Knowles menegaskan adanya perbedaan antara belajar bagi orang dewasa dengan belajar bagi anak-anak dilihat dari segi perkembangan kognitif mereka. Menurut Knowles, ada empat asumsi utama yang membedakan antara andragogi dan pedagogi, yaitu:

♦ Perbedaan dalam konsep diri, orang dewasa membutuhkan kebebesan yang lebih bersifat pengarahan diri.

♦ Perbedaan pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman

♦ Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang permasalahan yang kini mereka hadapi dan anggap relevan

♦ Perbedaan dalam orientasi ke arah kegiatan belajar, orang dewasa orientasinya berpusat pada masalah dan kurang kemungkinannya berpusat pada subjek.

Knowles membedakan orientasi belajar antara anak-anak dengan orang dewasa, dilihat dari segi perspektif waktu yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya perbedaan manfaat yang mereka harapkan dari belajar.

Anak-anak berkecenderungan belajar untuk memiliki kemampuan yang kelak dibutuhkan untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan/ perguruan tinggi, yang memungkinkan mereka memasuki alam kehidupan yang bahagia dan produktif dalam masa kedewasaan.

Orang dewasa cenderung memilih kegiatan belajar yang dapat segera diaplikasikan, baik pengetahuan maupun keterampilan yang dipelajari. Bagi orang dewasa, pendidikan orang dewasa pada hakekatnya adalah proses peningkatan kemampuan untuk menanggulangi masalah kehidupan yang dialami sekarang. (Mappa, 1994: 114)


DAFTAR PUSTAKA

Knowles, Malcolm. 1979. The Adult Learning (thirt Edition), Houston, Paris, London, Tokyo: Gulf Publishing Company
Mappa, Syamsu. 1994. Teori belajar Orang Dewasa. Jakarta: Departemen P dan K
Sudjana, H.D. 2005. Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production

Andragogi itu....

Dalam pengertian paedagogi seperti yang dijelaskan pada beberapa postingan sebelum ini, timbul pandangan yang mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan. Lalu bagaimana dengan perubahan-perubahan yang terjadi, seperti inovasi dalam teknologi, perubahan-perubahan dalam sistem ekonomi, politik dan sebagainya, yang begitu cepat terjadi di jaman modern ini ? Nah untuk menjawabnya, maka ada teori pendidikan baru yang dikenal dengan teori mengenai cara mengajar orang dewasa atau disebut dengan andragogi. Andragogi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu “andr” yang artinya orang dewasa, dan “agogos” yang artinya membimbing atau memimpin. Dari arti kata tersebut, berkembang pengertian bahwa andragogi adalah suatu ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar.
Knowles (Sudjana, 2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and arts of helping adults learn). Berbeda dengan pedagogi karena istilah ini dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak (pedagogy is the science and arts of teaching children).

Orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dilihat dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang disebut dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Sama seperti paedagogi, pada andragogi juga terdapat beberapa asumsi yang mendasar yaitu:

1. Konsep diri/kepribadian

Pada andragogi, peserta didik dianggap sudah dewasa, sehinga konsep diri atau kepribadiannya berkurang ketergantungannya kepada orang lain dan telah memiliki kemauan untuk mengarahkan diri sendiri untuk belajar. Dorongan hati untuk belajar terus berkembang dan seringkali justru berkembang sedemikian kuat untuk terus melanjutkan proses belajarnya tanpa batas. Ia memandang dirinya sudah mampu untuk mengatur dirinya sendiri, sehingga dalam proses pendidikan, para pendidik hanya sekedar mengarahkan. Biasanya hubungan antara guru dan murid itu bersifat timbal balik dan saling membantu. Implikasinya adalah:
a. Iklim belajar
Iklim belajar harus disesuaikan dengan keadaan peserta belajar, seperti kursi, meja, atau yang lainnya yang dipakai anak-anak tentu berbeda dengan yang dipakai orang dewasa.
b. Partisipasi.
Partisipasi peserta belajar untuk orang dewasa, tentu sangat dibutuhkan, seperti mengikutsertakan peserta belajar dalam merencanakan pembelajaran, mendiagnose kebutuhan belajar, mengevaluasi belajar, dan sebagainya. Karena dengan demikian, maka mereka akan termotivasi untuk belajar, merasa dihargai, dan sebagainya.

    

2. Pengalaman
Bagi orang dewasa pengalaman itu adalah dirinya sendiri. Dan pengalaman mereka justru dianggap sebagai sumber belajar yang sangat kaya. Oleh karena itu maka proses belajar pada mereka lebih ditekankan kepada teknik yang sifatnya menyerap pengalaman mereka, seperti diskusi, seminar, konferensi kerja, dan sebagainya. Dalam proses seperti itu, maka semua pengalaman peserta didik dapat didayagunakan sebagai sumber belajar.


3. Kesiapan dan orientasi untuk belajar

Dalam pendekatan andragogi, peserta didiklah yang memutuskan apa yang akan dipelajarinya berdasarkan kebutuhannya sendiri. Guru sebagai fasilitator. Selain itu, pada orang dewasa, tuntutan tanggung jawab semakin besar, sehingga kesiapan belajar akan lebih tinggi. Maka apa yang dipelajari, secepat mungkin untuk dapat diterapkan. Implikasinya adalah, pada orang dewasa pendidik berperan sebagai teman, yang siap memberikan bantuan kepada orang yang belajar, karena mereka sudah siap dan segera dapat mengaplikasikannya. Dalam pendekatan andragogi, belajar dipandang sebagai suatu proses pemecahan masalah ketimbang sebagai proses pemberian mata pelajaran tertentu. Karena itu, andragogi merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah nyata pada masa kini. Arah pencapaiannya adalah penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu tujuan yang sengaja diciptakan, suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif atau suatu kemungkinan pengembangan berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk menemukan "dimana kita sekarang" dan "kemana kita akan pergi", itulah pusat kegiatan dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan andragogi adalah berarti "memecahkan masalah hari ini".


DAFTAR PUSTAKA

Psikologi Pendidikan vs Paedagogi

Nah jadi Ibu Dina melemparkan pertanyaan ini kepada kami. “Mana yang lebih luas, psikologi pendidikan atau pedagogi?”. Awalnya sih kami semua sangat yakin dengan jawaban bahwa psikologi pendidikan itu lebih luas daripada pedagogi. Banyak alasan yang dikemukakan teman-teman mengenai ini. Kami berfikir bahwa paedagogi menjadi sebuah topik yang dipelajari pada mata kuliah psikologi pendidikan, berarti lebih besar psikologi pendidikan dong daripada paedagogi. Nah banyak dari kami semua yang berfikir seperti itu. Namun setelah diskusi dengan Bu Dina, maka ternyata pemikiran dan opini kami diawal tadi salah. Ternyata konsep paedagogi itu lebih luas dari yang kami bayangkan. Singkatnya, paedagogi itu adalah seni dalam mengajar anak-anak. Nah tapi ini gak hanya di sekolah saja, namun juga berlaku di setiap situasi dimana anak dididik untuk menjadi dewasa, karena paedagogi ini seni dalam mengajar anak-anak dan menghantarkan anak menuju kedewasaan. Jadi paedagogi ini luas sekali. Dan seharusnya paedagogi ini dipelajari oleh setiap guru. Karena setiap tenaga pendidik setidaknya harus tahu apa dasar-dasar ilmu paedagogi untuk dapat meciptakan seni mengajar dan suasana belajar yang menyenangkan namun bermanfaat bagi anak didiknya. Dan pengertian dari psikologi pendidikan yaitu ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental yang terjadi dalam dunia pendidikan. Jadi bagaimana perilaku anak didiknya itu adalah psikologi pendidikan. Sedangkan style atau cara mengajar tenaga pendidiknya itulah paedagoginya.