Knowles (Sudjana, 2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and arts of helping adults learn). Berbeda dengan pedagogi karena istilah ini dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak (pedagogy is the science and arts of teaching children).
Orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dilihat dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang disebut dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Sama seperti paedagogi, pada andragogi juga terdapat beberapa asumsi yang mendasar yaitu:
1. Konsep diri/kepribadian
Pada andragogi, peserta didik dianggap sudah dewasa, sehinga konsep diri atau kepribadiannya berkurang ketergantungannya kepada orang lain dan telah memiliki kemauan untuk mengarahkan diri sendiri untuk belajar. Dorongan hati untuk belajar terus berkembang dan seringkali justru berkembang sedemikian kuat untuk terus melanjutkan proses belajarnya tanpa batas. Ia memandang dirinya sudah mampu untuk mengatur dirinya sendiri, sehingga dalam proses pendidikan, para pendidik hanya sekedar mengarahkan. Biasanya hubungan antara guru dan murid itu bersifat timbal balik dan saling membantu. Implikasinya adalah:
a. Iklim belajar
Iklim belajar harus disesuaikan dengan keadaan peserta belajar, seperti kursi, meja, atau yang lainnya yang dipakai anak-anak tentu berbeda dengan yang dipakai orang dewasa.
b. Partisipasi.
Partisipasi peserta belajar untuk orang dewasa, tentu sangat dibutuhkan, seperti mengikutsertakan peserta belajar dalam merencanakan pembelajaran, mendiagnose kebutuhan belajar, mengevaluasi belajar, dan sebagainya. Karena dengan demikian, maka mereka akan termotivasi untuk belajar, merasa dihargai, dan sebagainya.
2. Pengalaman
Bagi orang dewasa pengalaman itu adalah dirinya sendiri. Dan pengalaman mereka justru dianggap sebagai sumber belajar yang sangat kaya. Oleh karena itu maka proses belajar pada mereka lebih ditekankan kepada teknik yang sifatnya menyerap pengalaman mereka, seperti diskusi, seminar, konferensi kerja, dan sebagainya. Dalam proses seperti itu, maka semua pengalaman peserta didik dapat didayagunakan sebagai sumber belajar.
3. Kesiapan dan orientasi untuk belajar
Dalam pendekatan andragogi, peserta didiklah yang memutuskan apa yang akan dipelajarinya berdasarkan kebutuhannya sendiri. Guru sebagai fasilitator. Selain itu, pada orang dewasa, tuntutan tanggung jawab semakin besar, sehingga kesiapan belajar akan lebih tinggi. Maka apa yang dipelajari, secepat mungkin untuk dapat diterapkan. Implikasinya adalah, pada orang dewasa pendidik berperan sebagai teman, yang siap memberikan bantuan kepada orang yang belajar, karena mereka sudah siap dan segera dapat mengaplikasikannya. Dalam pendekatan andragogi, belajar dipandang sebagai suatu proses pemecahan masalah ketimbang sebagai proses pemberian mata pelajaran tertentu. Karena itu, andragogi merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah nyata pada masa kini. Arah pencapaiannya adalah penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu tujuan yang sengaja diciptakan, suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif atau suatu kemungkinan pengembangan berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk menemukan "dimana kita sekarang" dan "kemana kita akan pergi", itulah pusat kegiatan dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan andragogi adalah berarti "memecahkan masalah hari ini".
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar